Get Paid To Promote, Get Paid To Popup, Get Paid Display Banner

[Koran-Digital] YENTI GARNASIH: Korupsi & Pencucian Uang

Korupsi & Pencucian Uang PDF Print
Friday, 16 March 2012
Berita tentang korupsi terkait pajak dan pencucian uang kembali
merebak.Padahal perkara Gayus yang menghebohkan belum benar-benar reda.


Dalam sebulan terakhir muncul dua oknum Direktorat Jenderal Pajak dari
Golongan III,Dhana Widyatmika (DW) dan Ajib Hamdani (AH), yang
ditengarai terlibat kejahatan pajak dan pencucian uang. Pemicu
pengungkapannya adalah uang di rekening mereka yang jumlahnya luar biasa
besar,dan ternyata ada temuan baru lagi ratusan pegawai pajak yang juga
ditengarai memiliki rekening gendut. Pertanyaannya, mengapa begitu
banyak temuan rekening gendut petugas pajak, dan mengapa muncul lagi
dugaan korupsi dan pencucian uang yang dilakukan oleh para petugas pajak
tersebut?

Hal itu membuktikan bahwa penanganan kasus Gayus bahkan Bahasyim tidak
membuat jera para petugas lain di Direktorat Jenderal Pajak. Selain itu
ada kemungkinan pengawasan internal dan reformasi birokrasi serta
program remunerasi juga kurang berpengaruh pada orang-orang tertentu
yang memang berpotensi untuk melakukan korupsi. Dalam kasus korupsi
pajak polanya mirip dengan Gayus, yaitu mendapatkan uang dengan cara
korupsi, kemudian disembunyikan atau diinvestasikan atau dibelanjakan
dan disetorkan—perbuatan terakhir inilah yang memperlihatkan pola
pencucian uangnya.

Korupsi dan Pencucian Uang

Untuk kasus DW,kejaksaan sementara menyangkakan perbuatan DW dengan
Pasal 2, 3, 5,dan 12 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor)
serta Pasal 3 dan 4 Undang- Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Seharusnya kejaksaan segera mengembangkan temuannya sehingga didapatkan
pelaku lain. Belajar dari kasus Gayus, tampaknya pengembangan itu yang
tidak dilakukan,sehingga terkesan korupsi dan pencucian uang hanya
melibatkan Gayus seorang dan ini sangat janggal.

Demikian juga dengan DW, AH, dan mungkin yang lain, harus didalami
keterlibatan orang lain di direktorat itu. Mustahil dia bekerja sendiri
karena sudah sekian lama baru terungkap. Selain itu yang penting adalah
keterlibatan wajib pajak, karena sangkaan menerima suap dan gratifikasi
berarti tidak mungkin peristiwa itu berlangsung hanya dengan sepihak.
Ada hal yang menarik dalam kasus ini yang justru terungkap karena
laporan dari masyarakat dan kemudian kejaksaan meminta data rekening DW
pada PPATK yang kemudian didapatkan beberapa transaksi yang kemudian
didalami.

Pada umumnya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh petugas pajak
adalah perbuatan memperkaya diri dengan modus penggelapan pajak atau
menawarkan jasa pada wajib pajak untuk meringankan pajak yang harus
dibayarkan, penyuapan, gratifikasi, bahkan pemerasan. Kemudian, hasil
korupsi tersebut ada yang disimpan di rekening maupun dalam safety
deposit box, atau untuk membeli berbagai barang.Ada juga yang
diinvestasikan. Perbuatan terhadap hasil kejahatan itulah yang disebut
sebagai praktik pencucian uang.

Tindak pidana itu secara umum didefinisikan sebagai suatu perbuatan yang
dilakukan dalam upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul
harta kekayaan yang diperoleh dari hasil kejahatan. Bentuknya bermacam-
macam,misalnya mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan,
menyumbangkan,menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, dan
lain-lain dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan hasil
kejahatan tersebut.

Selain itu, siapa saja yang menerima hasil kejahatan tersebut, seperti
memberikan rekeningnya untuk menampung hasil kejahatan atau menerima
hibah atau menerima untuk melakukan kegiatan usaha dan lain-lain, maka
orang ini dikategorikan sebagai pelaku pencucian uang pasif. Perbuatan
mencuci inilah yang harus didalami oleh kejaksaan ke mana hasil
kejahatan tersebut mengalir dan siapa saja yang menerima hasil
kejahatan, selain juga siapa saja yang terlibat korupsi pajaknya yang
sangat mustahil dilakukan sendiri.

Pencucian Uang dalam Korupsi

Sesuatu yang penting dipahami adalah bahwa bila terjadi korupsi hampir
pasti juga dilakukan pencucian uang, yaitu ketika koruptor tersebut
menyembunyikan atau menikmati hasil korupsinya. Maka seharusnya setiap
menangani korupsi jangan hanya dijerat tindak pidana korupsi, tapi juga
dengan antipencucian uang. Karena pada kenyataannya hasil korupsi
tersebut pasti telah dialirkan atau digunakan, yang menunjukkan bahwa
mereka juga melakukan pencucian uang.

Dengan ditelusuri ke mana uang hasil korupsinya dicuci, maka kita
berharap penegak hukum bisa merampas hasil korupsi tersebut dan
mengembalikan ke negara. Hal yang juga penting adalah siapa pun yang
menguasai hasil korupsi tadi dipidana karena terlibat pencucian uang.
Belakangan banyak pejabat dan aparat yang terlibat korupsi dan hasil
korupsi sudah mengalir ke mana-mana, sayangnya hanya sedikit yang
dijerat dengan pasal-pasal antipencucian uang, sehingga hasil kejahatan
tidak kembali dan orang yang terlibat tidak tersentuh hukum.

Dengan menerapkan antipencucian uang pada pelaku korupsi (termasuk
korupsi pajak), maka upaya perampasan hasil korupsi lebih optimal
sekaligus bisa memenjarakan siapa pun yang menikmati hasil jarahan uang
rakyat tersebut, selain memenjarakan koruptornya. Hal yang lebih penting
lagi, dengan diterapkan UU Tindak Pidana Pencucian Uang dapat dilakukan
pembuktian terbalik, yaitu koruptor yang menyangkal hartanya berasal
dari korupsi, atau orang lain yang menerima hasil korupsi, akan
diperintahkan oleh hakim untuk membuktikan asal-usul hartanya tersebut.

Kalau dia tidak bisa membuktijan harta tersebut bersumber dari kegiatan
yang sah, maka harus disita untuk negara dan pelakunya dipidana. Untuk
itu seharusnya tidak ada lagi alasan penegak hukum tidak menerapkan UU
Tindak PidananPencucianUangdalam perkara korupsi, bila mau menuntaskan
perkara dengan menjangkau siapa pun yang terlibat termasuk yang menerima
aliran dana hasil korupsi.

YENTI GARNASIH
Dosen Universitas Trisakti, Jakarta; Pakar Hukum Pidana Pencucian Uang

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/478041/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Newer Post Older Post

Powered by Blogger.