[Koran-Digital] EDUARD DEPARI: TV Swasta Bersaing, Pemirsa Diuntungkan
TV Swasta Bersaing, Pemirsa Diuntungkan PDF Print
Thursday, 15 March 2012
Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah lembaga penyiaran swasta
(LPS) terbanyak di dunia. Saat ini beroperasi 10 televisi (TV) swasta di
luar lembaga penyiaran publik TVRI.
Kehadiran sedemikian banyak TV swasta di negara ini, karena sejarah
kelahirannya dan pemberian izin operasional oleh pemerintah, sama sekali
tidak mempertimbangkan daya dukung ekonomi masyarakat. Berbeda halnya
dengan keberadaan TV swasta dinegara-negara industri maju, pembatasan
jumlah stasiun TV swasta didasarkan pada niat untuk melindungi
eksistensi bisnis pertelevisian melalui kelayakan ekonomi (economic
feasibility) yang menunjang. Televisi swasta hidup dari perolehan iklan
yang dijaring melalui perjualan air time yang diisi oleh tayangan yang
menarik, variatif, dan kompetitif.
Semakin besar jumlah pemirsa yang dibuktikan melalui angka-angka
peringkat (rating) sebuah program TV, semakin besar potensi keuntungan
yang akan diraih stasiun TV bersangkutan. Itulah sebabnya, sering
dikatakan bahwa komoditas yang diperdagangkan TV melalui tayangannya
adalah pemirsa TV sendiri. Dalam bahasa media disebut sebagai
commodified audience. Persoalannya adalah tidak semua TV swasta yang
eksis saat ini mampu memperoleh bagian kue iklan yang memungkinkan
mereka memperoleh keuntungan layaknya sebagai bisnis.
Bahkan memaksa mereka untuk bertahan dengan menanggung kerugian. Untuk
menyiasati kelangsungan hidupnya, beberapa di antara mereka memilih
untuk bekerja sama dengan TV swasta yang mapan, entah melalui akuisisi
saham, bermitra secara bisnis, melakukan konsolidasi, atau bentuk kerja
sama lain. Uniknya, sekalipun struktur kepemilikan TV swasta berubah,
yang permanen adalah pengelola bisnis medium penyiaran ini tetap
menyajikan tayangan yang beragam.
Oleh sebab itu,terlepas dari kepemilikannya, pemirsa TV di Indonesia
dimanja oleh kehadiran sedemikian banyak jenis tayangan yang disajikan
oleh stasiun TV swasta yang berbeda. Sebagai ilustrasi, pemirsa TV
negara ini dapat menyaksikan tayangan sepak bola Liga Inggris, La Liga
Spanyol, Liga Italia, bahkan tayangan langsung kejuaraan tinju kelas
welter atau kelas berat langsung dari rumah masing-masing secara
pro-bono. Di negara di mana tiap kegiatan olahraga tersebut berlangsung,
mereka harus menyaksikan lewat TV berlangganan atau pay per view.
Secara politis, tayangan TV swasta yang murah meriah ini memungkinkan
masyarakat ekonomi lemah menikmati hiburan sebagai katarsis terhadap
kekecewaan atau ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Secara sosiologis, program televisi mampu berperan sebagai katup
penyelamat sosial (social safety valve). Keunikan lain yang patut
dicatat dari kehadiran stasiun TV swasta di Indonesia adalah keberadaan
dua stasiun TV yang memfokuskan perhatian pada program public affairs.
Pemilahan program dengan mengutamakan tayangan pemberitaan mulai dari
siaran berita, dialog TV, investigative reporting dan sejenisnya
sebenarnya menempatkan stasiun- stasiun TV tersebut dalam kategori
narrow-casting dan bukan broadcasting.Namun keduanya memperoleh
penerimaan sosial yang memadai. Bahkan kehadiran informasi yang menjadi
andalan kedua TV swasta tersebut mampu mengurangi kesenjangan informasi
antara yang mampu mengakses berita media cetak dengan mereka yang hanya
mampu mengakses informasi TV. Dari sisi demokrasi, terjadi proses
pemerataan informasi melalui kemudahan mengakses berita televisi.
Tidak semua materi tayangan yang disajikan stasiun TV swasta dapat
memuaskan publik. Apalagi, media apa pun memang tidak dalam posisi untuk
menyenangkan setiap orang.Keberatan ataupun keluhan publik yang
disampaikan secara terbuka biasanya menyangkut kualitas tayangan
tertentu seperti menjual mimpi, berbau mistis, melecehkan logika, dan
sebagainya. Selain itu,Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga secara
proaktif memantau kinerja tayangan TV dan secara reaktif menerima
keluhan masyarakat untuk diteruskan ke alamat stasiun TV bersangkutan.
Sejauh ini hubungan antara media televisi swasta dengan masyarakat pada
umumnya berjalan cukup harmonis. Bagi masyarakat, yang penting adalah
menikmati tayangan menghibur, bervariasi,dan memberi mereka banyak
pilihan. "Kedaulatan" adaditanganpemirsa karena mereka memiliki kendali
melalui remote control. Kedaulatan tidak berada pada siapa pun pemilik
dan pengelola bisnis TV swasta. Jika pemirsa menolak kehadiran sebuah
tayangan, mereka dapat memilih tayangan lain dari stasiun TV swasta
berbeda. Artinya semakin langka pemirsa sebuah tayangan,semakinrendah
rating tayangan tersebut.
Disukai atau tidak, pengusaha bisnis TV akan menyingkirkan program
tersebut dari layar TV bersangkutan. Oleh sebab itu,dari kacamata
pemirsa,yang jauh lebih penting adalah the song, bukan the singer. Siapa
pun pemiliknya, selama materi program dirasakan masyarakat memenuhi
kebutuhan akan hiburan, tidak menjadi masalah. Selama LPS tidak
dimanfaatkan untuk kepentingan yang bersifat primordialistis ataupun
ideologis, tidak relevan mempermasalahkan siapa pemiliknya. ●
EDUARD DEPARI
Pengamat Media Massa
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/477778/
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.