Get Paid To Promote, Get Paid To Popup, Get Paid Display Banner

[Koran-Digital] Komisi Penyiaran Perlu Diawasi

Ketiadaan struktur KPI dari pusat ke daerah itu menjadi salah satu masalah serius. Minimal 1.000 aduan masuk baru ditindaklanjuti. Kami takut kalau satu dua yang mengadu sudah diproses, prosesnya tidak objektif."

Olda Simatupang Ketua Ikatan Profesi Hukum LPS

RANCANGAN Undang-Un dang (RUU) tentang Penyi aran perlu menambahkan unsur dewan pengawas untuk mengawasi kerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

“Sebaiknya dibentuk Dewan Pengawas KPI yang mengawasi kinerja KPI dan KPI Daerah (KPID) bila dalam praktiknya terjadi penyimpangan,“ ujar Ketua Ikatan Profesi Hukum Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) Olda Simatupang di Jakarta, kemarin.

Ia mengatakan itu saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) antara Panitia Kerja (Panja) RUU Penyiaran dan stakeholder terkait yang berlangsung di Gedung DPR.

Olda juga mengusulkan RUU Penyiaran memuat batasan minimal jumlah pemirsa yang mengadu kepada KPI sebagai syarat menindaklanjuti aduan. Karena, sambungnya, jika tanpa batasan, dikhawatirkan proses tindak lanjut pengaduan akan bersifat subjektif.

“Minimal 1.000 aduan masuk baru ditindaklanjuti. Kami takut kalau satu dua yang mengadu sudah diproses, prosesnya tidak objektif.“

Olda menambahkan, KPI dan KPID harus berada dalam struktur yang bersifat hierarki. “Agar terjadi kesamaan pandangan terhadap pemantauan isi siaran. Seleksi anggota KPI dan KPID juga harus dilakukan lebih ketat dan ada wakil dari industri penyiaran yang paling tidak sudah berpengalaman lima tahun,“ tuturnya.

Anggota Komisi I DPR dari F-PDIP Evita Nursanty mengatakan, Panja RUU Penyiaran telah menerima beragam kekecewaan terhadap kinerja KPI. “Itu menjadi pertimbangan kami.
Posisi KPI memang belum kuat.
Keberadaan KPI harus diperkuat dan strukturnya harus hierarkis.
Ketiadaan struktur dari pusat ke daerah itu menjadi salah satu masalah serius,“ kata Evita.
Sinergi media Sejumlah stasiun televisi yang ada di Indonesia, menurut pengamat dan peneliti media Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana Morrissan, tidak memberikan dampak positif serta tidak memberikan sumbangan keberagaman program acara di televisi. Menurut dia, banyaknya jumlah stasiun televisi yang ada menimbulkan persaingan tidak sehat. “Program acara yang ditayangkan ialah duplikasi program antarstasiun televisi. Itu menimbulkan persaingan yang tidak sehat,“ ujarnya.

Karena itu, menurut Morrissan, penggabungan atau sinergi media diperlukan untuk menghasilkan program yang berkualitas dan beragam.
Sinergi media itu, lanjutnya, merupakan konsekuensi tingginya persaingan antarstasiun televisi. “Sinergi itu upaya untuk menghasilkan stasiun penyiaran televisi yang lebih produktif dan efisien,“ lanjut Morrissan.

Dengan sinergi, papar Morrissan, konten tayangan justru lebih beragam atau memiliki diversity of content.
“Setiap stasiun televisi menayangkan program yang berbeda. Berkurangnya persaingan dan meningkatnya sinergi media, secara kapital akan meningkatkan keragaman konten tayangan televisi,“ paparnya.

Pengamat komunikasi Eduard Depari menjelaskan, hidup perusahaan televisi swasta sangat tergantung pada jumlah pemirsa yang diukur melalui pemeringkatan (rating). Sebab, semakin tinggi rating, kian besar potensi keuntungan stasiun televisi.

Dalam menyiasati kelangsungan hidup perusahaan, lanjut Eduard, beberapa stasiun televisi memilih untuk bekerja sama dengan TV swasta yang mapan. “Entah melalui akuisisi saham, bermitra secara bisnis, konsolidasi atau kerja sama lain.“ (*/P-1)

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/03/16/ArticleHtmls/Komisi-Penyiaran-Perlu-Diawasi-16032012005015.shtml?Mode=1

Newer Post Older Post

Powered by Blogger.